Michael Owen mungkin sering jadi bahan perdebatan di dunia pundit sepak bola modern antara jenius atau suka ceplas ceplos di depan kamera. Tapi satu hal yang tak bisa dibantah: di masa jayanya, Owen adalah fenomena pemain Inggris yang meledak terlalu cepat untuk eranya.
Di usia 18 tahun, Owen sudah menjadi top skor Premier League termuda dengan 18 gol pada musim 1997/98, dan kembali mempertahankan gelar itu musim berikutnya. Total 158 gol dari 297 laga bersama Liverpool menempatkannya di urutan ke-9 pencetak gol terbanyak sepanjang masa klub, rekor yang masih bertahan hingga kini.
Namun di balik segala trofi dan penghargaan, Owen ternyata pernah merasa… tidak cukup hebat.
Dalam podcast Rio Ferdinand Presents, mantan bintang Liverpool, Real Madrid, dan Manchester United itu mengungkap bahwa ada dua pemain dalam hidupnya yang membuatnya merasa inferior. Dua nama besar yang, menurut Owen, beroperasi di level yang “nggak manusiawi”.
@olahbolacom Setuju gak nih sob sama pilihan legend Borussia Dortmund, Roman Weidenfeller ? 😍 #fyp #sepakbola #football #romanweidenfeller #borussiadortmund
♬ Cold play style dance pop female vocals – Takenobu Yamana
Ronaldo Nazario
Ketika bicara soal pemain terbaik dunia, Owen langsung menyebut satu nama: Ronaldo Nazario, alias Si Fenomenal.
Ronaldo dikenal sebagai striker yang “tak bisa dijaga bahkan oleh hukum gravitasi.” Dengan 371 gol dalam 580 pertandingan, dua trofi Ballon d’Or, dan dua gelar Piala Dunia, ia adalah paket lengkap penyerang: cepat, kuat dan cerdas.

Owen mengaku, saat masih remaja, ia sudah menyadari jarak level itu. “Waktu saya umur 15 atau 16 tahun, nonton R9, saya cuma bisa bilang ‘ya ampun’. Awalnya saya pikir saya bakal jadi yang terbaik di dunia, tapi begitu lihat Ronaldo, saya sadar… saya cuma bisa jadi pemain pelapisnya,” ujar Owen dalam bahasa santainya.
Bahkan pemenang Ballon d’Or 2001 pun bisa mengakui rasa kagum bercampur minder saat melihat sang legenda Brasil yang seolah berasal dari dimensi lain.
BACA JUGA: Luis Figo Gagal ke Liverpool Gara-Gara Dua Pemain Ini
Thierry Henry

Nama kedua yang disebut Owen tak kalah ikonik: Thierry Henry. Begitu Henry datang ke Premier League bersama Arsenal pada 1999, Owen tahu kompetisinya berubah.
“Begitu dia datang, saya langsung berpikir, ‘Saya nggak akan pernah menang Golden Boot lagi,’” kenangnya sambil tertawa.
Dan benar saja, Henry menjelma jadi raja Premier League, dengan 175 gol dan 74 assist dalam 258 laga. Empat Golden Boot, dua gelar liga, termasuk musim Invincibles yang tak terlupakan bersama Arsenal.
Di mata banyak fans sepak bola di Indonesia, dua nama yang Owen sebut memang punya tempat spesial. Ronaldo dengan dribelnya yang memukau di Piala Dunia 2002, jadi ikon masa kecil banyak orang. Sementara Henry, dengan gaya lari miring dan finishing tenang ke tiang jauh adalah definisi cool di era 2000-an.
FAKTA TERBARU:




