Bayangkan kamu duduk di tribun stadion berkapasitas 80 ribu orang di Pyongyang. Papan skor tertulis jelas: PRK vs BRA. Semua orang percaya Korea Utara sedang menghadapi timnas Brasil yang legendaris. Tapi kenyataannya? Lawan mereka hanyalah klub divisi rendah Brasil bernama Atletico Sorocaba.
Awal Mula Sosok Kontroversial
Cerita ini tak lepas dari seorang tokoh kontroversial, Sun Myung Moon. Ia lahir di Korea (sekarang Korea Utara) pada tahun 1920, sempat dipenjara karena dituduh mata-mata, lalu menjelma jadi pengusaha sukses sekaligus pendiri Gereja Unifikasi yang terkenal dengan pernikahan massalnya.
Sebuah kalimat dalam kitabnya bahkan berbunyi: “Tuhan telah mengutus satu orang ke bumi ini untuk menyelesaikan masalah mendasar kehidupan manusia dan alam semesta. Namanya Sun Myung Moon.”

Bagi banyak orang, kalimat ini terdengar megalomania. Namun salah satu jejak unik Moon justru ada di sepak bola, tepatnya ketika ia berhasil mengirimkan Atletico Sorocaba ke Korea Utara, yang menyamar sebagai timnas Brasil!
Misi Moon Lewat Sepak Bola
Moon bukan sekadar pemimpin sekte. Di tahun 1990–2000an, ia mengirim ribuan pengikut ke Brasil untuk memperluas jaringannya. Sepak bola jadi alatnya untuk mendekati masyarakat. Moon bahkan mengambil alih Atletico Sorocaba, klub kecil dari Sao Paulo.
Hubungannya dengan Korea Utara juga menarik. Meski anti-komunis, ia tetap membangun relasi hangat dengan rezim Kim sebagai bagian dari misi reunifikasi Korea. Maka ketika Korea Utara lolos ke Piala Dunia 2010 dan mencari lawan uji coba internasional, Moon melihat peluang emas.
BACA JUGA: Bukan Hanya Ekitike, Ini 5 Kartu Merah Konyol di Sepak Bola
Perjalanan ke Negeri Tertutup
November 2009, rombongan Atletico Sorocaba berangkat lewat Tiongkok. Mereka naik pesawat milik Korea Utara yang menurut para pemain pesawatnya sudah tidak layak, bagaikan diikat dengan lem!

Setibanya di Pyongyang, semua paspor, laptop, dan ponsel langsung disita. “Mereka mengambil segalanya… termasuk kamera kami,” kenang bek Leandro da Silva kepada UOL Esporte.
Para pemain lalu tinggal di hotel dengan pengawasan ketat 24 jam. Jadwal mereka diisi tur kota, wajib foto di monumen Kim Il-sung dan Kim Jong-il, serta latihan sekali di stadion nasional.
@olahbolacom Dua hal soal Indonesia dari pemain futsal dunia: warganya ramah dan makanannya enak 🇮🇩 Kalau makanan Indonesia favorit kamu apa sob? #AyoNontonFutsal #DemiGaruda #TimnasFutsal #FutsalIndonesiaJuara #4NWS2025
♬ original sound – OlahBola.com – OlahBola.com
Kejutan di Stadion Nasional
Hari pertandingan tiba. Saat tim Atletico berjalan ke lapangan di depan 80.000 orang, dengan 30.000 penonton juga ada di luar stadion, mereka tidak menyadari mengapa ada begitu banyak yang hadir.
Ketika melangkah ke lapangan dengan jersey kuning khas Selecao, para pemain Sorocaba baru sadar sesuatu: papan skor menampilkan PRK vs BRA. Mereka resmi diperkenalkan sebagai timnas Brasil!

Hasil akhirnya cukup mengejutkan: 0-0. Untuk klub kecil divisi rendah, itu jelas pencapaian besar. Wakil presiden klub, Waldir Cipriani, bercerita kepada Globoesporte:
“Reverendo Moon ingin kami menang. Tapi dia tetap puas dengan hasil ini. Dia bilang lebih baik imbang, supaya kami tak kesulitan keluar dari negara tersebut. Dengan banyaknya tentara di tribun, kami tidak pernah tahu apa yang mungkin terjadi.”

Nasi Atletico Sorocaba Kini
Sorocaba pulang dengan selamat. Enam bulan kemudian, Korea Utara benar-benar menghadapi timnas Brasil di Piala Dunia Afrika Selatan namun kalah 2-1.
Anehnya, kunjungan itu bukan yang terakhir. Sorocaba kembali ke Korea Utara pada 2011 (kali ini tidak mengaku Brasil), bahkan tim U-15 mereka sempat dikirim pada 2015.

Sayangnya, Moon meninggal pada 2012 tanpa sempat melihat mimpinya yaitu reunifikasi Korea terwujud. Sementara Atletico Sorocaba sendiri bubar dari kompetisi profesional pada 2016 karena tak ada investor.
Kalau dipikir-pikir, kisah ini agak mirip dengan cerita “main tarkam” di kampung, di mana kadang pemain impor gadungan didatangkan buat menakuti lawan. Bedanya, di sini levelnya internasional, dan yang ditipu bukan warga desa, tapi negara paling tertutup di dunia!
Cerita ini mengingatkan kita bahwa sepak bola bukan hanya soal 90 menit di lapangan, tapi juga bisa jadi drama politik, bisnis, bahkan jadi alat diplomasi.
FAKTA TERBARU: