Kalau mendengar nama Jens Lehmann, kebanyakan orang langsung ingat masa emasnya bersama Arsenal di era The Invincibles. Ia juga mencetak rekor di Liga Champions 2006 dengan 10 clean sheet beruntun. Tapi di balik semua prestasi itu, ada satu babak kelam dalam hidupnya, dan itu terjadi di AC Milan tahun 1998.
Musim panas 1998, AC Milan mendatangkan Lehmann dari Schalke sebagai pengganti sang ikon, Sebastiano Rossi. Padahal di bangku cadangan sudah ada Christian Abbiati.
Keputusan Milan cukup masuk akal, karena setahun sebelumnya Lehmann menjadi pahlawan Schalke di final Piala UEFA 1997 melawan Inter Milan, menyelamatkan dua penalti termasuk tendangan Ivan Zamorano. Tentunya AC Milan senang berhasil mendapatkan kiper yang telah menghentikan saingannya di San Siro untuk meraih trofi penting.

Awal musim 1998/99 pun cukup mulus. Milan menang lawan Bologna dan Salernitana di dua laga pembuka, Lehmann main penuh. Lalu tibalah laga yang mengubah segalanya…
Hari Saat Batistuta Menghancurkan Segalanya
San Siro sore itu cerah. Lawan mereka: Fiorentina asuhan Giovanni Trapattoni. Di sinilah Gabriel Batistuta menunjukkan kelasnya. Baru enam menit laga berjalan, Batigol sudah menjebol gawang Lehmann lewat tembakan kerasnya.
AC Milan masih menguasai bola di sisa babak pertama, tapi skor tetap 0-1. Begitu babak kedua dimulai, bencana kedua datang: Batistuta mencetak gol dari sudut hampir mustahil. Costacurta menempel ketat, tapi Lehmann gagal menutup celah di antara kakinya.

Dan puncaknya, insiden back-pass. Albertini sebenarnya sudah mengamankan bola dari Rui Costa, tapi Lehmann malah menangkapnya. Pelanggaran. Tendangan bebas jarak dekat. Batistuta? Boom! Hat-trick. Skor 0-3 di menit 52.
Bierhoff memang memperkecil lewat penalti, tapi kerusakan sudah terjadi. Nama Lehmann mulai dipertanyakan di Milan.
Kesalahan Fatal yang Menutup Pintu
Milan tetap memainkannya melawan Venezia (menang 2-0), tapi kesempatan terakhir datang lawan Cagliari. Baru 19 menit, Lehmann salah mengantisipasi umpan silang dan Tiziano De Patre mencetak gol ke gawang kosong. Delapan menit kemudian, ia melanggar Roberto Muzzi di kotak penalti.
Pelatih Alberto Zaccheroni langsung menggantinya dengan Sebastiano Rossi yang sukses menepis penalti. Sejak saat itu, pintu ke gawang Milan tertutup untuk Lehmann.
Tapi bukan berarti karier Rossi juga bertahan lebih lama. Pada matchday 17, ia diusir keluar lapangan dan dilarang bermain selama lima pertandingan setelah menyerang pemain Perugia, Cristian Bucchi. Akhirnya, Abbiati mengakhiri musim sebagai kiper pilihan pertama AC Milan.
BACA JUGA: Tak Terduga! 10 Pemain yang Pernah Masuk Nominasi Ballon d’Or
Opini OlahBola: Seharusnya ke Real Madrid

Lehmann hengkang dari AC Milan pada Januari 1999 ke Borussia Dortmund, yang mana itu adalah rival Schalke, klub lamanya sebelum akhirnya pindah ke Arsenal. Ironisnya, di musim yang sama AC Milan justru mengalahkan Lazio dalam perebutan Scudetto pada musim 1998-99 tanpa dirinya.
Bertahun-tahun kemudian, Lehmann mengungkap bahwa sebelum gabung Milan, ia sebenarnya mendapat tawaran Real Madrid.
“Pada bursa transfer musim panas 1998, seorang pemimpin dari Real Madrid telah menelepon saya untuk bermain di Bernabeu. Namun, saya lebih memilih bergabung dengan Milan karena Serie A lebih kompetitif dibandingkan LaLiga.”
“Namun bermain untuk Rossoneri adalah sebuah kesalahan, saya harusnya bergabung dengan Los Merengues,” ujar Lehmann kepada Marca.
OlahBola melihat kisah ini sebagai pelajaran bahwa sepak bola itu bukan cuma soal skill, tapi juga soal timing dan pilihan. Kalau saja Lehmann tidak bertemu Batistuta hari itu, mungkin ceritanya akan lain.
Tapi ya… di sepak bola, kadang kamu cuma butuh satu sore buruk untuk mengubah seluruh perjalanan karier. Dan buat Lehmann, sore itu di San Siro adalah tanggal merah di kalender hidupnya.
FAKTA TERBARU:
- Bukan Messi atau Ronaldo, Ini Lawan Tersulit Antonio Rudiger
- Kini di Liga Arab, Nunez Pegang Rekor Unik Premier League
- Petasan dari Fans Sendiri Bikin Striker Klub Bolivia Cedera Testis